Fakta-Fakta soal Renovasi Rumah Dinas Gubernur DKI
Indolink.me, Jakarta - Rumah dinas Gubernur DKI Jakarta yang berlokasi di Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat rencananya segera direnovasi. Anggarannya pun telah dibahas dalam draf pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020.
Kepala Dinas Cipta Karya, Pertanahan dan Tata Ruang (Citata) DKI Jakarta, Heru Hermawanto menyebut, rumah dinas gubernur tersebut termasuk dalam cagar budaya. Maka tidak boleh ada pergantian design saat renovasi.
"Paling itu harus dibersihkan, dikembalikan seperti semula. Enggak boleh berubah," kata Heru saat dihubungi, Jumat 4 Oktober 2019.
Seperti apa rincian renovasi rumah dinas gubernur DKI Jakarta, berikut sejumlah fakta mengenai rencana tersebut yang dirangkum oleh Liputan6.com:
1. Biaya Capai Rp 2,4 Milliar
Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta berencana merehabilitasi rumah dinas Gubernur DKI Jakarta di Jalan Taman Suropati, Jakarta Pusat. Anggaran yang diusulkan untuk itu sebesar Rp 2,4 miliar.
Usulan anggaran itu sendiri tertera di draf pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020.
"Atapnya kan banyak yang mulai keropos. Interior-interior, banyak interior, atap plafon. Kalau lantai enggak, karena lantainya bagus," tutur Heru saat dihubungi, Jumat (4/10/2019).
2. Tidak Ada Lift
Suasana Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta di kawasan Taman Suropati, Jakarta, Senin (7/10/2019). Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta direncanakan akan direhabilitasi lagi dengan usul anggaran sebesar Rp 2,42 miliar. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Heru menyatakan tidak ada pembangunan lift dalam perbaikan rumah dinas Gubernur DKI Anies Baswedan di Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat.
"Iya enggak lah, enggak ada," kata Heru saat dihubungi, Selasa (8/10/2019).
Saat ini juga rumah berlantai dua itu tidak ada lift meskipun pada tahun 2018 sempat di anggarkan di APBD. Kendati begitu, dia tidak menyebutkan alasan pembatalan pembangunan lift tersebut.
"Kemarin kan anggarannya enggak jadi. Ya enggak kita buatkan. Anggarannya akhirnya enggak kepakai. Tertunda dua kali," ucapnya.
3. Biaya Atap Paling Mahal
Alokasi terbesar anggaran perbaikan rumah dinas Gubernur DKI Jakarta yaitu penggunaan kayu untuk bagian atap. Mengingat bagian atap sudah mulai keropos.
"Atap itu memang paling mahal. Rangka atap paling besar kita perbaiki," kata Heru saat dihubungi, Selasa (8/10/2019).
Dia menyebut saran dari tim pemugaran cagar budaya, jenis kayu yang digunakan untuk renovasi setidaknya mendekati kayu jati asli. Akan tetapi harga kayu tersebut tidaklah murah, sehingga dapat membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Karena hal itu, Heru menyebut untuk bagian atap harus dilakukan pembongkaran dan dipasang dengan kayu baru.
"Kalau tim pemugaran itu sarannya mendekati material yang sama. Harganya memang mahal," ucapnya.
Selain untuk kayu untuk atap, Heru menyebut terdapat sejumlah komponen dengan besaran anggaran yang bervariatif. Seperti halnya biaya pekerjaan sampai ongkos tukang bangunannya.
4. Waktu Pengerjaan Sekitar 4-5 bulan
Suasana Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta di kawasan Taman Suropati, Jakarta, Senin (7/10/2019). Nominal usulan anggaran tersebut sudah tercatat dalam draf pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Ketua tim sidang pemugaran rumah dinas gubernur DKI Jakarta Bambang Eryudhawan menilai, biaya sebesar Rp 2,4 miliar yang dianggarkan untuk renovasi rumah dinas gubernur tidak berlebihan. Yang penting, bahan untuk renovasi nanti dibeli secara gelondongan dan bukan satuan agar tidak jadi terlalu mahal.
Waktu pengerjaan renovasi pun sedang dijadwalkan oleh pihaknya.
"Kalau angkanya Rp 2,4 M itu mungkin perencanaan harusnya 1,5 bulan sampai 2 bulan. Kemudian pelaksanaannya tuh kontraktor mengerjakannya sekurang-kurangnya 4-5 bulan," ungkapnya.
Selain itu, renovasi rumah dinas gubernur juga tak boleh mengubah nilai historis dari bangunan. Bambang menyatakan, hal itu nantinya akan dipastikan oleh si arsitek yang bertanggung jawab.
"Jadi si arsiteknya harus paham betul mana bagian yang bersejarah. Cagar budaya dibentuk kan atas peristiwa sejarahnya. Mana yang bersejarah, mana yang asli, mana yang tambahan," ujar Bambang.
0 Komentar